WASHINGTON - Mantan anggota intelijen Amerika Serikat (AS) dan para ahli mengenai Iran meyakini, bahwa ledakan yang terjadi di pangkalan militer Iran 12 November lalu adalah ulah misi intelijen AS dan Israel. 

Misi tersebut dimaksudkan untuk melumpuhkan program nuklir dan misil Iran. Seperti diketahui, ledakan itu menewaskan 17 korban termasuk di antaranya pendiri program misil Iran Jenderal Hassan Tehrani Moghaddam.

Tetapi menurut Suratkabar The Los Angeles Times yang mengutip beberapa ahli intelijen AS, ledakan itu dilakukan oleh intelijen AS dan Israel. 

Hal itu dilakukan untuk menghancurkan kemampuan program nuklir Iran dan juga untuk memberi membuka peluang bagi serangan udara Israel dan AS guna meminimalisir ancaman program nuklir Iran.

"Kondisi ini seperti bentuk perang di abad 21," jelas seorang ahli mengenai Iran seperti dikutip The Los Angeles Times, Senin (5/12/2011).

"Sepertinya memang ada upaya pembunuhan dan perang cyber dan tentunya sabotase. Namun, tetap saja operasi ini berlangsung dengan penuh kerahasiaan dan siapa pun yang mengetahuinya tentu tidak akan buka mulut," imbuhnya.

Selama bertahun-tahun, AS dan sekutunya berupaya mencari cara untuk menghabisi program nuklir Iran secara rahasia. Termasuk dengan mengirimkan suku cadang, rancangan atau bahkan software palsu. Memang, tidak ada bukti bahwa sabotase terjadi, tetapi program nuklir Iran sudah menemui halangannya.

"(Intelijen) AS tentunya berada di balik (ledakan) itu. Jelas sekali divisi anti-proliferasi nuklir yang melakukan serangan untuk memperlemah program senjata pemusnah massal Iran," jelas mantan agen CIA yang meneliti Iran.

Banyak pula ahli barat yang meyakini bahwa teknisi AS dan Israel secara diam-diam memasukan virus ke dalam komputer program nuklir Iran 2010 silam. Virus itu menyebabkan kekacauan untuk program nuklir Iran yang berujung pada ledakan.

Sementara pihak AS dan Israel tidak ada yang mengakui bahwa mereka turut terlibat dalam ledakan ini.